Pengakuan Pendosa yang Dihantui Kematian
3 minute read
Tidak terasa, tepat hari ini, 22 tahun silam, seorang mahasiswa IT salah satu perguruan tinggi di Surabaya dilahirkan. Kala ia dilahirkan, betapa bahagianya kedua orang tuanya, rona keduanya sungguh tidak terlihat sedikitpun kekecewaan, yang ada hanya sebuah kebahagiaan akan hadirnya buah hati mereka. Namus, saya di sini tidaklah menceritakan masalah kebahagiaan kedua orang tua tersebut, tapi saya akan membagikan secuil kisah dari seorang anak laki-laki yang dilahirkan 22 tahun silam tersebut, sebut saja dia itu 'Saya' (penulis).
Saya dilahirkan 22 tahun silam, tepatnya pada tanggal 4 Mei 1996, pukul 04:56, tepat selepas salat subuh. Sayapun kemudian diberikan nama M. Machrush Aliy Sirojjam Mushlich, kata-kata tersebut diambil dari bahasa Arab yang mempunyai arti "Orang Terpuji Penjaga Tertinggi Cahaya Pembaruan", kemudian mendapatkan nama panggilan Rojam. Sejak kecil saya senang saja, karena nama saya bukanlah nama yang umum digunakan oleh orang lain, tapi ketika saya mengetahui kalau nama panggilan itu mempunyai makna lain, saya sedikit agak kecewa, karena nama panggilan saya memiliki makna yakni orang-orang yang dilempari batu karena telah melakukan sesuatu tindakan layaknya suami istri, padahal mereka belum menikah. Andai saja dulu saya di panggilnya Siroj bukan Rojam, mungkin bisa jadi memiliki arti yang bagus.
Mungkin benar apa kata pepatah lama soal nama adalah doa, dan saya pun dapat mengatakan bahwa saat ini saya sedang menyesali nama panggilan yang diberikan oleh orang tua saya. Lambat laun, taraf keimanan saya semakin menurun, hal yang saya lakukan semakin mengarah keperbuatan penuh dosa di luar dugaan saya sebelumnya, meskipun tidak sampai melewati batas yang bisa dikatakan tidak wajar sebagai pendosa, toh manusia memang tempatnya salah dan dosa, tidak ada manusia yang terhindar dari salah dan dosa kecuali nabi Muhammad -bagi yang mengimani saja-. Dan saya selalu bertanya kepada diri saya, kenapa saya bisa sampai ke titik ini? Titik di mana dosa yang semakin berapi hingga menghanguskan keimanan saya ini.
Akhir ini lamunan sering menunjukan batang hidungnya kepada diri ini. Setiap lamunan itu, ada sesuatu yang selalu mengganjal diri ini, sebuah rasa tentang kematian. Mungkin dalam rumus dunia, umur kita semakin bertambah, tapi dalam rumus akhirat -bagi yang percaya bahwa ada kehidupan setelah kematian-, umur kita justru akan berkurang. Saya saat ini hanya bisa mencoba dan terus mencoba untuk memperbaiki diri saya agar menjadi sosok yang lebih baik lagi, termasuk tidak melakukan hal yang memicu percikan api dosa hingga semakin berkobar. Agar suatu saat nanti, apabila kematian sudah benar-benar memanggil saya, tidak ada lagi hal harus saya takuti, karena hal yang saya lakukan di dunia selama ini dapat memadamkan kobaran api dosa yang pernah saya lakukan. Saya pun yakin dengan iman saya, bahwa Tuhan akan memaafkan dosa orang yang bertaubat dan kembali kepada jalan-Nya dengan penuh pengharapan.
Mungkin hanya sedikit tulisan saya di hari berkurangnya umur saya yang ke-22 tahun ini, dan saya pun tidak tahu akan berkurang sampai berapa lama lagi. Saya juga berharap, agar kalian semua yang membaca tulisan ini dapat menjadi pribadi yang lebih dan lebih baik lagi, dan jangan sampai memicu percikan api yang mungkin dapat menjadi kobaran api. Terima kasih atas waktu luang yang kalian berikan untuk membaca tulisan saya ini, sampai jumpa ditulisan saya lainnya.
Post a Comment