Teroris: Korban Kehausan Agama

Bom lagi, bunuh diri lagi, aduh biyung, apa-apaan ini? Saya sendiri sampai terheran-heran, kok bisa orang yang katanya beragama 'Islam', tapi menyakiti sesamanya, mungkin mereka sudah lupa akan semboyannya, Islam rahmatan lil alamin 'rahmat bagi seluruh alam', tuh alam, jadi yang pasti bukan rahmat bagi saudara seiman, tapi juga untuk seluruh isi yang ada di alam semesta ini. 

Saya memang bukan ahli agama, bahkan masih jahiliyah, lebih-lebih kafir katanya, kalau ungkapan mereka yang katanya paling mengerti agama ini, ya, ya, ya, saya tidak apa, toh saya pun kalian --termasuk yang katanya paling beragama-- juga tidak luput dari yang namanya dosa. Namun, pernah tidak kalian --yang katanya paling beragama-- memikirkan dampak dari segala hal yang kalian lakukan, atau memang hanya senang mengikuti tren yang berujung konten. Konten untuk menghilangkan tradisi, mengganti stereotip akan agama ini, hingga konten untuk memaksa mereka --korban ulah kalian-- bertemu penciptanya.

Saya sedikit kesal ketika munculnya tradisi hijrah di kalangan para remaja, tanpa pernah tahu dengan siapa mereka belajar agama, hanya bermodalkan katanya dan juga potongan ayat yang diambilnya, mereka --orang yang haus akan agama Islam dengan hijrah versinya-- dengan mudahnya mengatakan bidah, haram, tidak ada ajaran Islam seperti itu, dan lain sebagainya tanpa pernah mengkaji sebab-musabab turunnya ayat tersebut dan kondisi yang terjadi masa itu dan masa kini. Mereka mengagung-agungkan tradisi ke-Arab-Arab-an, padahal mereka --yang katanya paling beragama-- lahir dan dibesarkan di negara yang penuh akan tradisi yang dijunjung tinggi, bahkan para penyebar agama di Nusantara (red. wali atau sunan) mengkombinasikan antara agama dan tradisi setempat, sehingga tidak serta-merta menghilangkan adat, tetapi hanya mengganti niat serta memantapkan segala hal yang dilakukan atas rasa syukur kepada Sang Pencipta. Namun, semua telah berubah, ketika tradisi ini muncul, bahkan dengan bermodalkan potongan ayat dan gosongnya jidat, mereka --yang katanya Ustaz-- berbondong-bondong mengajak umat untuk mengikuti syariat. Nyatanya, yang mereka lakukan hanyalah mencari recehan untuk mereka makan, serta kepuasan syahwat untuk sebuah nikmat. Jika memang mereka benar-benar mengajarkan agama untuk umatnya, bukankah sepatutnya mereka memberikan contoh sebelum menyuruhnya, misal mencontohkan bunuh diri terlebih dahulu, tetapi saya yakin seyakin-yakinnya, mereka --yang katanya Ustaz-- tidak akan mau melakukannya, karena tujuan mereka hanyalah mencari recehan dan kepuasan semata, bukan untuk mengagungkan agama yang katanya mereka jalankan sesuai aturan, seperti kalimat pada serial kartun anak Upin-Ipin, "terlajak laris," yup seperti itulah bunyi apabila agama ini dijadikan komoditas andalan.

Saya yakin, bahwa mereka --korban kehausan akan agama yang salah jalan-- ini awalnya hanya ingin memperbaiki hidup dengan mendekatkan diri kepada penciptanya. Namun sayang seribu kali sayang, yang mereka datangi adalah sebuah majelis pengajian dan pengkajian penuh dusta yang berbumbu agama. Awal-awal kajian hanyalah pembahasan janji-janji akan surga hingga berujung pada pembelotan akan tanah air mereka, segala yang ada di dalamnya halal untuk dijarah, termasuk mengambil nyawa manusia yang imannya berbeda. Semua tindak-tanduk mereka pun mengubah stereotip akan agama ini 'Islam', menjadikan agama ini sebagai sarang teroris, jika kalian bertanya kepada orang akan terorisme, yang dipikiran mereka pasti langsung mengarah ke Islam, dan mau tidak mau saya pun kalian mengakui kalau yang melakukan ini adalah orang Islam.

Perkembangan teknologi pun menjadi aroma segar untuk menyebarkan komoditas mereka 'agama' untuk mendapatkan pasukan yang lebih banyak, wilayah yang lebih luas dan tentunya pemasukan yang lebih banyak lagi. Terlebih saat ini, sedikit sekali orang yang belajar agama di Pesantren, mereka --orang yang haus akan agama-- lebih memilih belajar agama secara mandiri, dengan menjadi santri di Pondok Pesantren Browser yang diasuh oleh Kyai Google, Kyai Yahoo, hingga Nyai Yandex, pun tidak tertinggal, banyak pengajar yang sangat mumpuni, tapi Ustaz YouTube, Ustazah Instagram dan Ustazah Facebook yang menonjol akhir-akhir ini. Tidak sampai di sini saja mereka belajarnya, terdapat banyak kitab yang mereka dapatkan dari membaca di blog atau web. Meski setelah lulus gelar yang mereka sandang bukanlah santri dan santriwati, tetapi akhi dan ukhti.

Setelah semua yang terjadi akhir-akhir ini, masihkah kalian --yang katanya paling beragama-- kolot dengan tetap berpegang teguh pada Alquran dan Hadis tanpa mengkaji ulang dengan kondisi saat ini, jikalau iya, bisa saja semua yang ada di semesta ini bidah menurut kalian, pun demikian dengan apa yang kalian miliki saat ini. Lantas kalau semua bidah menurut kalian, sandang, papan, dan pangan seperti apa yang kalian butuhkan? Ataukah kami --orang yang kalian anggap jahiliyah ini-- harus menyediakan sebuah tempat yang isinya orang seperti kalian, sehingga kalian dapat hidup sesuai dengan pemahaman kalian. Sejatinya Islam sangat memudahkan, bahkan yang haram pun bisa jadi halal asal sesuai dengan kondisi, pun demikian yang sejatinya halal bisa berubah menjadi haram.

Wallahualam.